Lantas apa hubungan papan larangan, bangku sepanjang satu meter dan tumpukan balok semen milik tukang minuman dan tukang nasi goreng, serta tukang minuman itu sendiri? Selain ketiganya berada di area yang sama, ternyata ada satu realita yang membuat saya kembali tercengang.
Akhirnya suatu ketika, saya merasa sangat lelah, dan berkali-kali melirik ke bangku itu. Tapi tak ada keberanian untuk duduk di
Hari-hari selanjutnya saya pasti dipersilakan duduk di bangkunya. Tapi ketika ada pembeli, dengan suka rela saya berdiri dan menyilakan pembeli yang lain untuk bergantian duduk. Karena saya tahu mungkin mereka merasa capek juga..
Sembari duduk di bangku itu, saya sering melayangkan pandang ke pagar beton apik yang sekarang ditempati oleh pot-pot tanaman. Andai saja, pemilik gedung ini mau sedikit berbagi untuk sekedar meredakan lelah para pejalan kaki ataupun penunggu bis. Aaah tapi mungkin mereka punya alasan lain, mungkin tempat itu nantinya akan terlalu sempit sehingga mengganggu jalan keluar mobil2 karyawan yang mau pulang (padahal kalau malam mobil dah ga ada atau Cuma satu dua). Atau nantinya akan mengganggu pemandangan dan kerapian gedung itu. Saya juga ga tahu pastinya, dan hanya bisa menduga.
melihat realita tersebut, saya hanya bisa punya satu kesimpulan, bahwa tukang minuman ini lebih mempunyai ‘hati’ ketimbang pemilik gedung bertingkat dua ini. Kesimpulan ini mungkin benar tapi bisa juga salah, tapi setidaknya inilah pendapat saya.
1 comment:
Begitulah gambaran kota yang sangat berbeda dengan gambaran desa. Di kota nilai-nilai kebersaman memang jadi barang langka yang gak gampang di temui, contohnya ya soal pagar itu. Berbeda dengan di desa, setidaknya di desa tempat saya dibesarkan di tengah kota Semarang. Di sana beberapa warga desa sengaja menyediakan kendi dan beberapa gelas di pagar rumahnya. Maksudnya agar bila ada orang yang sedang dalam perjalanan dan merasa haus, orang tersebut diperbolehkan mengambil air kendi itu. Bayangkan...apa hal seperti itu dapat kita temui di kota besar seperti Jakarta? Maka bila kita saat ini tinggal di kota, simpanlah ajaran-ajaran positif dari desa meskipun kita kadang dibilang "ndeso" karena keyakinan kita itu.
Salam...
Post a Comment