Thursday, June 14, 2007

DILARANG DUDUK DI AREA INI (PART TWO)

Lantas apa hubungan papan larangan, bangku sepanjang satu meter dan tumpukan balok semen milik tukang minuman dan tukang nasi goreng, serta tukang minuman itu sendiri? Selain ketiganya berada di area yang sama, ternyata ada satu realita yang membuat saya kembali tercengang.

Mungkin, si tukang minuman itu tajam ingatannya. Setiap saya duduk atau tepatnya nyender dip agar beton itu, dengan, dan satu kalimat tak jelas yang bisa saya dengar, mirip gumaman ‘hhhuh’… satu isyarat gelengan kepala sambil menengok ke bangku miliknya. Sebenarnya sudah lebih dari satu kali dia mempersilakan saya duduk di bangkunya. Tapi saya memilih untuk menolaknya. Beberapa kali , saya tak paham apa yang dibicarakannya, kedua kalinya saya ga enak karena saya berpikir bangku itu pasti disediakan untuk pembelinya. Padahal saya tak pernah membeli minuman di tempatnya.

Akhirnya suatu ketika, saya merasa sangat lelah, dan berkali-kali melirik ke bangku itu. Tapi tak ada keberanian untuk duduk di sana, apalagi waktu itu uang saya sudah habis. Jadi tidak ada alasan saya bisa duduk di tempat itu. Si tukang minuman tiba-tiba lewat di depan saya, dengan isyarat gelengan kepala dan gumamannya, setengah memaksa menyuruh saya duduk di bangkunya. Pertama saya masih ragu, kedua kalinya dia menyuruh saya, akhirnya menyerah dan berjalan ke bangkunya. Hmmmmm, tak terbayangkan nikmatnya, bisa mengistirahatkan kaki-kaki. Pokoknya lebih nikmat dari duduk di sofa empuk sekalipun… dan melihat senyuman tukang minuman, hati saya kembali merasa seperti tersiram air dingin …mak nyeees …(mungkin itu kalimat yang akan diucapkan Bondan Winarno)

Hari-hari selanjutnya saya pasti dipersilakan duduk di bangkunya. Tapi ketika ada pembeli, dengan suka rela saya berdiri dan menyilakan pembeli yang lain untuk bergantian duduk. Karena saya tahu mungkin mereka merasa capek juga..

Sembari duduk di bangku itu, saya sering melayangkan pandang ke pagar beton apik yang sekarang ditempati oleh pot-pot tanaman. Andai saja, pemilik gedung ini mau sedikit berbagi untuk sekedar meredakan lelah para pejalan kaki ataupun penunggu bis. Aaah tapi mungkin mereka punya alasan lain, mungkin tempat itu nantinya akan terlalu sempit sehingga mengganggu jalan keluar mobil2 karyawan yang mau pulang (padahal kalau malam mobil dah ga ada atau Cuma satu dua). Atau nantinya akan mengganggu pemandangan dan kerapian gedung itu. Saya juga ga tahu pastinya, dan hanya bisa menduga.

melihat realita tersebut, saya hanya bisa punya satu kesimpulan, bahwa tukang minuman ini lebih mempunyai ‘hati’ ketimbang pemilik gedung bertingkat dua ini. Kesimpulan ini mungkin benar tapi bisa juga salah, tapi setidaknya inilah pendapat saya.

KURA-KURA KECIL DAN SMS


“Aku tahu kamu pasti kuat kok kura-kura kecil aja kuat berenang di laut yang luas dengan gelombang yang besar…” (message from 0813xxxxxxx)

Tulisan itu masih tersimpan di inbox message Hp-ku. Aku masih ingat sms itu aku terima lebih dari setahun yang lalu. Ketika itu kami sekeluarga mendapat satu cobaan, rumah yang roboh karena gempa Jogja 27 Mei 2006, dan mama yang terbaring sakit dengan kondisi kritis disatu rumah sakit di Purwodadi.

Ekspresi pertamaku waktu menerima sms itu, adalah tersenyum. Sempat juga terbayang wajah lucu si pengirim sms dan kemudian aku merasa terharu. Tapi aku masih sangat ingat kalau sms itu sangat menguatkan dan memompa semangatku kembali, yang sempat tak karu-karuan. Ya, saat itu aku harus bisa menjadi pemompa semangat mama, juga papa dan adikku. Sebagai anak tertua aku harus lebih kuat. Meski kadang tak bisa kupungkiri, kalau ada saat-saat dimana aku merasa lemah. Saat itu adalah saat dimana aku sangat ingin bersama seseorang yang bisa jadi muara keletihanku.

Beruntung aku masih bisa melewati semua itu dengan baik, dengan dukungan saudara, teman dan si pengirim sms itu. Kini setahun lebih setelah semuanya berlalu, aku kembali teringat pesan itu.. tiba-tiba aku rindu masa lalu. Bukan merindukan rasa duka karena bencana. Tapi merindukan masa dimana aku sering menerima sms yang membuatku senang, membuatku berbunga-bunga dan membuatku bersemangat lagi. Kalau kerinduan tentang itu masih kuanggap wajar, karena tiba-tiba juga aku rindu kura-kura… tiba-tiba juga ada keinginan aneh muncul di otakku. Aku pengen jadi ibu kura-kura! apalagi setelah aku melihat foto-foto kura-kura kecil yang lucu itu… semakin bingung aku …!

Lalu aku mencoba mengurai kebingungan itu. Pertama aku memang suka banget sama semuanya yang berbau kura-kura atau penyu. Mamaku memang yang pertama suka kura-kura. Dia pernah melukis kura-kura (sayang sekarang lukisannya sudah terjual), dan punya banyak pernik-pernik kura-kura. Awalnya karena semua koleksinya disimpan di kamarku, lama kelamaan aku jadi sayang sama mereka semua. Karena mamaku orangnya pembosan, maka jadilah aku sebagai pewaris semua barang-barang itu.

Kemudian aku mulai mengamati kura-kura hidup. Lumayan lucu, walaupun tetap lucu bonekanyaJ. Meski wajahnya selalu tampak tua dan keriput. Meski dia selalu digambarkan sebagai binatang yang lamban, tapi aku pernah baca bahwa kura-kura adalah hewan penyangga dunia.

Suatu saat aku aku puya keinginan untuk memelihara kura-kura, tapi ada yang bilang kasihan juga kalau dia ga ada yang rawat. Soalnya frekuensiku di rumah kan jarangJ. Kalau saja waktu itu aku jadi pelihara kura-kura, mungkin sekarang aku sudah jadi ibu kura-kura yah…hihihi…

Balik ke sms tadi, setiap aku sedih, aku selalu membaca ulang sms tentang kura-kura kecil tadi. Sebenarnya ada banyak sms-sms yang juga jadi penguat hatiku. Tapi hanya itu yang kini tersisa. Sering ketika aku merasa lemah, aku membayangkan kalau aku menjelma menjadi seekor kura-kura kecil yang sedang berenang di derasnya gelombang pasang, di laut nan luas dan mencoba menaklukannya. Jika aku sanggup bertahan, maka aku akan mencapai tepian pantai dengan ombak yang tenang dan keindahan yang menentramkan. Jika aku tak sanggup bertahan maka aku akan terhempas entah kemana. Mungkin di piring sajian restoran penyu, atau di perut singa laut.

Ya, meski kadang terasa sangat berat dan aku sudah merasa sangat lelah, tapi aku masih punya semangat untuk menaklukan ombak dan berenang dengan santai di laut yang teduh, tenang dan tentram.

Terima kasih untuk si pengirim sms. selamat bahagia buatmu dan Doakan aku tetap kuat bertahan …

(Nb : meski ini sebenarnya tidak benar, tapi dalam tullisan ini aku menyamakan kura-kura dengan penyu. Krn aku suka kata “kura-kura”, tapi aku lebih suka habit hidup penyu ketimbang kura-kura. Jadi harap maklum ya, kalau aku menyamakan keduanya)

"save the turtle!"



DILARANG DUDUK DI AREA INI (PART I)


“Dilarang duduk di area ini”. Tulisan di papan berukuran 1x1 meter itu tergantung di besi palang sebuah pagar beton milik sebuah bank asing di kawasan Kebun sirih. Kemungkinan besar papan itu dipasang karena dulu banyak orang yang memanfaatkan pagar itu sebagai tempat duduk sembari menunggu bis datang. Memang tempat itu sering dijadikan tempat orang-orang menunggu bis.

Saking tak relanya pemilik gedung ini kalau temboknya diduduki, mereka meletakkan pot-pot tanaman di atasnya. Saya ingat, pot-pot itu dulu tidak ada. Hmmm kadang tersenyum juga, memikirkan betapa pintarnya pengelola gedung mengusir dengan halus orang-orang untuk tidak duduk di pagar beton itu.

Di sudut bangunan itu terletak sebuah bangku kecil sepanjang 1 meter yang cukup diduduki 3 orang berdesakan dan kalau mau nyaman ya hanya dua orang. Di sebelah bangku tersebut juga diletakkan tumpukan balok-balok semen yang entah asalnya dari mana. Bangku dan tumpukan semen itu begitu menggoda orang yang berdiri menunggu bus, yang tentu saja sudah capek akibat bekerja seharian . Bangku itu milik seorang penjual minum dan tumpukan semen itu milik tukang nasi goreng yang sering mangkal di tempat itu.

Saya selalu menunggu jemputan di tempat itu. Dulu saya biasa duduk di pagar beton yang sekarang diatasnya sudah berjejer pot-pot bunga dan papan larangan itu. Setelah pot-pot bunga itu nangkring di situ, saya terpaksa ikut berdiri di pinggir jalan. Atau kadang jika kaki sudah terlampau pegel, karena di dalam busway tak dapat tempat duduk, saya duduk di ujung pagar depan. Yah sekedar numpang meletakkan setengah pantat, gak penuh lo... dan menurut saya itu bukan kategori duduk, tapi cuma nyender.

Di area itu, seperti yang saya ceritakan tadi ada tukang penjual minuman dan tukang nasi goreng. Pertama saya membeli teh botol di tukang minuman itu, saya kaget dengan cara bicara tukang minuman itu yang kesannya membentak-bentak. Belum lagi matanya yang melotot, memandang kesana kemari. Sama sekali bukan tipe penjual yang ramah. Selanjutnya, saya lebih sering menahan haus, meski sebenarnya sangat ingin membeli minuman di situ. Suatu waktu ketika saya menunggu jemputan agak lama, dan mempunyai kesempatan untuk lebih mengamati sekeliling. Beberapa kali saya perhatikan para pembeli yang kelihatannya sudah langganan di situ, ga pernah ngomong untuk berkomunikasi, tapi Cuma menunjuk atau memakai bahasa isyarat. Setelah saya perhatikan ternyata penjual minuman itu bisu tuli. Tapi hari itu Saya belum yakin seratus persen. keesokan harinya saya lebih perhatikan lagi dan coba membeli minuman di situ. Ternyata benar! Wah Saya kaget dan merasa bersalah, karena sudah menyangka yang bukan-bukan..ternyata nada2 bentakan itu adalah satu-satunya suara yang bisa keluar dari pita suaranya. Dan itulah cara dia berkomunikasi dengan para pembelinya…fiuuuh, jadi dapat pelajaran baru untuk tidak sembarangan menilai orang.

Kadang-kadang memang saya terlalu cepat menilai orang. Mungkin terbentuk dari sikap defensive saya dengan cerita-cerita seram tentang manusia Jakarta yang menghalalkan segala cara untuk meraih impian-impian mereka. cerita-cerita tentang banyaknya penipu, pencopet atau orang-orang jahat di Jakarta. Mungkin cerita-cerita itu masih terpatri di ingatan saya, sehingga saya memilih untuk lebih berhati-hati dengan orang yang tidak dikenal.

Lantas apa hubungan papan larangan, bangku sepanjang satu meter dan tumpukan balok semen milik tukang minuman dan tukang nasi goreng, serta tukang minuman itu sendiri? Selain ketiganya berada di area yang sama, ternyata ada satu realita yang membuat saya kembali tercengang.

To be continued..