Tuesday, October 9, 2007

Turtle and Dove

Dari atas awan seekor merpati melihat melihat sebuah taman yang begitu indah.. teduh karena sebuah pohon oak melingkupinya dengan danau nan jernih berkilau tertimpa cahaya matahari. Dari sela batang2 oak yang kokoh itu, merpati mendengar suara merdu burung, burung kenari kuning kecil yang terkadang terlihat menari riang di sela-sela dahannya. Sebuah taman yang sangat menggoda untuk disinggahi. Sebuah tempat yang indah untuk melepas penat setelah seharian terbang...

Seekor kura-kura menghuni danau itu. Seekor kura-kura yang selalu muncul dari danau, ketika merpati melewati taman itu.

Suatu waktu muncul keinginan merpati untuk singgah di taman itu.. sekedar meluruskan penat dan menikmati keindahannya. Tapi merpati takut, keindahan taman itu akan melenakannya. Keinginan itu hanya terpendam dalam angannya dan kembali ia meneruskan pengembaraannya.

Satu hari di pengembaraannya, ketika merpati merasa lelah, Ia pun tergoda untuk menepi di taman itu. Mencoba menikmati desau angin yang bertiup dan kesunyian yang membius... kura-kura penunggu taman pun menyambut hangat merpati. Tak banyak kata yang terucap, tak banyak perasaan yang terungkap, namun kebersamaan itu begitu berarti. Hingga merpati tersadar, sebuah alasan membuatnya harus segera beranjak dari situ...

Taman itu akan selalu dikenang merpati, entah kapan merpati bisa singgah di tempat itu lagi.. merpati tak pernah berharap lagi. Yang pasti taman dan kura-kura yang pernah ditemuinya itu akan selalu ada di salahsatu sudut hatinya...






Thursday, June 14, 2007

DILARANG DUDUK DI AREA INI (PART TWO)

Lantas apa hubungan papan larangan, bangku sepanjang satu meter dan tumpukan balok semen milik tukang minuman dan tukang nasi goreng, serta tukang minuman itu sendiri? Selain ketiganya berada di area yang sama, ternyata ada satu realita yang membuat saya kembali tercengang.

Mungkin, si tukang minuman itu tajam ingatannya. Setiap saya duduk atau tepatnya nyender dip agar beton itu, dengan, dan satu kalimat tak jelas yang bisa saya dengar, mirip gumaman ‘hhhuh’… satu isyarat gelengan kepala sambil menengok ke bangku miliknya. Sebenarnya sudah lebih dari satu kali dia mempersilakan saya duduk di bangkunya. Tapi saya memilih untuk menolaknya. Beberapa kali , saya tak paham apa yang dibicarakannya, kedua kalinya saya ga enak karena saya berpikir bangku itu pasti disediakan untuk pembelinya. Padahal saya tak pernah membeli minuman di tempatnya.

Akhirnya suatu ketika, saya merasa sangat lelah, dan berkali-kali melirik ke bangku itu. Tapi tak ada keberanian untuk duduk di sana, apalagi waktu itu uang saya sudah habis. Jadi tidak ada alasan saya bisa duduk di tempat itu. Si tukang minuman tiba-tiba lewat di depan saya, dengan isyarat gelengan kepala dan gumamannya, setengah memaksa menyuruh saya duduk di bangkunya. Pertama saya masih ragu, kedua kalinya dia menyuruh saya, akhirnya menyerah dan berjalan ke bangkunya. Hmmmmm, tak terbayangkan nikmatnya, bisa mengistirahatkan kaki-kaki. Pokoknya lebih nikmat dari duduk di sofa empuk sekalipun… dan melihat senyuman tukang minuman, hati saya kembali merasa seperti tersiram air dingin …mak nyeees …(mungkin itu kalimat yang akan diucapkan Bondan Winarno)

Hari-hari selanjutnya saya pasti dipersilakan duduk di bangkunya. Tapi ketika ada pembeli, dengan suka rela saya berdiri dan menyilakan pembeli yang lain untuk bergantian duduk. Karena saya tahu mungkin mereka merasa capek juga..

Sembari duduk di bangku itu, saya sering melayangkan pandang ke pagar beton apik yang sekarang ditempati oleh pot-pot tanaman. Andai saja, pemilik gedung ini mau sedikit berbagi untuk sekedar meredakan lelah para pejalan kaki ataupun penunggu bis. Aaah tapi mungkin mereka punya alasan lain, mungkin tempat itu nantinya akan terlalu sempit sehingga mengganggu jalan keluar mobil2 karyawan yang mau pulang (padahal kalau malam mobil dah ga ada atau Cuma satu dua). Atau nantinya akan mengganggu pemandangan dan kerapian gedung itu. Saya juga ga tahu pastinya, dan hanya bisa menduga.

melihat realita tersebut, saya hanya bisa punya satu kesimpulan, bahwa tukang minuman ini lebih mempunyai ‘hati’ ketimbang pemilik gedung bertingkat dua ini. Kesimpulan ini mungkin benar tapi bisa juga salah, tapi setidaknya inilah pendapat saya.

KURA-KURA KECIL DAN SMS


“Aku tahu kamu pasti kuat kok kura-kura kecil aja kuat berenang di laut yang luas dengan gelombang yang besar…” (message from 0813xxxxxxx)

Tulisan itu masih tersimpan di inbox message Hp-ku. Aku masih ingat sms itu aku terima lebih dari setahun yang lalu. Ketika itu kami sekeluarga mendapat satu cobaan, rumah yang roboh karena gempa Jogja 27 Mei 2006, dan mama yang terbaring sakit dengan kondisi kritis disatu rumah sakit di Purwodadi.

Ekspresi pertamaku waktu menerima sms itu, adalah tersenyum. Sempat juga terbayang wajah lucu si pengirim sms dan kemudian aku merasa terharu. Tapi aku masih sangat ingat kalau sms itu sangat menguatkan dan memompa semangatku kembali, yang sempat tak karu-karuan. Ya, saat itu aku harus bisa menjadi pemompa semangat mama, juga papa dan adikku. Sebagai anak tertua aku harus lebih kuat. Meski kadang tak bisa kupungkiri, kalau ada saat-saat dimana aku merasa lemah. Saat itu adalah saat dimana aku sangat ingin bersama seseorang yang bisa jadi muara keletihanku.

Beruntung aku masih bisa melewati semua itu dengan baik, dengan dukungan saudara, teman dan si pengirim sms itu. Kini setahun lebih setelah semuanya berlalu, aku kembali teringat pesan itu.. tiba-tiba aku rindu masa lalu. Bukan merindukan rasa duka karena bencana. Tapi merindukan masa dimana aku sering menerima sms yang membuatku senang, membuatku berbunga-bunga dan membuatku bersemangat lagi. Kalau kerinduan tentang itu masih kuanggap wajar, karena tiba-tiba juga aku rindu kura-kura… tiba-tiba juga ada keinginan aneh muncul di otakku. Aku pengen jadi ibu kura-kura! apalagi setelah aku melihat foto-foto kura-kura kecil yang lucu itu… semakin bingung aku …!

Lalu aku mencoba mengurai kebingungan itu. Pertama aku memang suka banget sama semuanya yang berbau kura-kura atau penyu. Mamaku memang yang pertama suka kura-kura. Dia pernah melukis kura-kura (sayang sekarang lukisannya sudah terjual), dan punya banyak pernik-pernik kura-kura. Awalnya karena semua koleksinya disimpan di kamarku, lama kelamaan aku jadi sayang sama mereka semua. Karena mamaku orangnya pembosan, maka jadilah aku sebagai pewaris semua barang-barang itu.

Kemudian aku mulai mengamati kura-kura hidup. Lumayan lucu, walaupun tetap lucu bonekanyaJ. Meski wajahnya selalu tampak tua dan keriput. Meski dia selalu digambarkan sebagai binatang yang lamban, tapi aku pernah baca bahwa kura-kura adalah hewan penyangga dunia.

Suatu saat aku aku puya keinginan untuk memelihara kura-kura, tapi ada yang bilang kasihan juga kalau dia ga ada yang rawat. Soalnya frekuensiku di rumah kan jarangJ. Kalau saja waktu itu aku jadi pelihara kura-kura, mungkin sekarang aku sudah jadi ibu kura-kura yah…hihihi…

Balik ke sms tadi, setiap aku sedih, aku selalu membaca ulang sms tentang kura-kura kecil tadi. Sebenarnya ada banyak sms-sms yang juga jadi penguat hatiku. Tapi hanya itu yang kini tersisa. Sering ketika aku merasa lemah, aku membayangkan kalau aku menjelma menjadi seekor kura-kura kecil yang sedang berenang di derasnya gelombang pasang, di laut nan luas dan mencoba menaklukannya. Jika aku sanggup bertahan, maka aku akan mencapai tepian pantai dengan ombak yang tenang dan keindahan yang menentramkan. Jika aku tak sanggup bertahan maka aku akan terhempas entah kemana. Mungkin di piring sajian restoran penyu, atau di perut singa laut.

Ya, meski kadang terasa sangat berat dan aku sudah merasa sangat lelah, tapi aku masih punya semangat untuk menaklukan ombak dan berenang dengan santai di laut yang teduh, tenang dan tentram.

Terima kasih untuk si pengirim sms. selamat bahagia buatmu dan Doakan aku tetap kuat bertahan …

(Nb : meski ini sebenarnya tidak benar, tapi dalam tullisan ini aku menyamakan kura-kura dengan penyu. Krn aku suka kata “kura-kura”, tapi aku lebih suka habit hidup penyu ketimbang kura-kura. Jadi harap maklum ya, kalau aku menyamakan keduanya)

"save the turtle!"



DILARANG DUDUK DI AREA INI (PART I)


“Dilarang duduk di area ini”. Tulisan di papan berukuran 1x1 meter itu tergantung di besi palang sebuah pagar beton milik sebuah bank asing di kawasan Kebun sirih. Kemungkinan besar papan itu dipasang karena dulu banyak orang yang memanfaatkan pagar itu sebagai tempat duduk sembari menunggu bis datang. Memang tempat itu sering dijadikan tempat orang-orang menunggu bis.

Saking tak relanya pemilik gedung ini kalau temboknya diduduki, mereka meletakkan pot-pot tanaman di atasnya. Saya ingat, pot-pot itu dulu tidak ada. Hmmm kadang tersenyum juga, memikirkan betapa pintarnya pengelola gedung mengusir dengan halus orang-orang untuk tidak duduk di pagar beton itu.

Di sudut bangunan itu terletak sebuah bangku kecil sepanjang 1 meter yang cukup diduduki 3 orang berdesakan dan kalau mau nyaman ya hanya dua orang. Di sebelah bangku tersebut juga diletakkan tumpukan balok-balok semen yang entah asalnya dari mana. Bangku dan tumpukan semen itu begitu menggoda orang yang berdiri menunggu bus, yang tentu saja sudah capek akibat bekerja seharian . Bangku itu milik seorang penjual minum dan tumpukan semen itu milik tukang nasi goreng yang sering mangkal di tempat itu.

Saya selalu menunggu jemputan di tempat itu. Dulu saya biasa duduk di pagar beton yang sekarang diatasnya sudah berjejer pot-pot bunga dan papan larangan itu. Setelah pot-pot bunga itu nangkring di situ, saya terpaksa ikut berdiri di pinggir jalan. Atau kadang jika kaki sudah terlampau pegel, karena di dalam busway tak dapat tempat duduk, saya duduk di ujung pagar depan. Yah sekedar numpang meletakkan setengah pantat, gak penuh lo... dan menurut saya itu bukan kategori duduk, tapi cuma nyender.

Di area itu, seperti yang saya ceritakan tadi ada tukang penjual minuman dan tukang nasi goreng. Pertama saya membeli teh botol di tukang minuman itu, saya kaget dengan cara bicara tukang minuman itu yang kesannya membentak-bentak. Belum lagi matanya yang melotot, memandang kesana kemari. Sama sekali bukan tipe penjual yang ramah. Selanjutnya, saya lebih sering menahan haus, meski sebenarnya sangat ingin membeli minuman di situ. Suatu waktu ketika saya menunggu jemputan agak lama, dan mempunyai kesempatan untuk lebih mengamati sekeliling. Beberapa kali saya perhatikan para pembeli yang kelihatannya sudah langganan di situ, ga pernah ngomong untuk berkomunikasi, tapi Cuma menunjuk atau memakai bahasa isyarat. Setelah saya perhatikan ternyata penjual minuman itu bisu tuli. Tapi hari itu Saya belum yakin seratus persen. keesokan harinya saya lebih perhatikan lagi dan coba membeli minuman di situ. Ternyata benar! Wah Saya kaget dan merasa bersalah, karena sudah menyangka yang bukan-bukan..ternyata nada2 bentakan itu adalah satu-satunya suara yang bisa keluar dari pita suaranya. Dan itulah cara dia berkomunikasi dengan para pembelinya…fiuuuh, jadi dapat pelajaran baru untuk tidak sembarangan menilai orang.

Kadang-kadang memang saya terlalu cepat menilai orang. Mungkin terbentuk dari sikap defensive saya dengan cerita-cerita seram tentang manusia Jakarta yang menghalalkan segala cara untuk meraih impian-impian mereka. cerita-cerita tentang banyaknya penipu, pencopet atau orang-orang jahat di Jakarta. Mungkin cerita-cerita itu masih terpatri di ingatan saya, sehingga saya memilih untuk lebih berhati-hati dengan orang yang tidak dikenal.

Lantas apa hubungan papan larangan, bangku sepanjang satu meter dan tumpukan balok semen milik tukang minuman dan tukang nasi goreng, serta tukang minuman itu sendiri? Selain ketiganya berada di area yang sama, ternyata ada satu realita yang membuat saya kembali tercengang.

To be continued..

Friday, May 25, 2007

Di Tengah kota saya rindu rumah

DI TENGAH KOTA, SAYA RINDU RUMAH


Simmmbooook……Aku rindu rumah!!!! Mungkin itu yang selalu terlintas di benakku saat ini. Dulu, saya pamit ke Jakarta untuk mengadu nasib, mencari peruntungan demi bertambahnya deretan angka di buku tabungan saya. Dua tahun berada di kota metropolitan, semakin terasa bahwa hari ke hari adalah perjuangan. Sejak bangun pagi, berangkat ke kantor, beraktivitas di tengah sumpeknya kota, hingga kembali pulang ke rumah adalah tetesan keringat. Itu yang harus dilakoni sehari-hari , belum lagi kalau ada masalah..duuuuuh puyeeeng dan rasanya ga tahu mau ngapain. Sediih dan terpuruk banget! Mo ngadu sama simbokku, but she’s not here…syediih lagi, dan paling nangis…

Setiap pagi, saya menempuh perjalanan tak kurang 1 jam dari rumah ke kantor dengan membonceng sepeda motor. Waktu perjalanan bisa molor tanpa bisa diperkirakan berapa lama, kalau terjebak macet parah. Tapi bisa lebih cepet kalau hari Selasa atau Jumat karena lebih sepi (entah mengapa begitu).

Perjalanan adalah perjuangan. Motor Astrea kami harus mencari celah, nylempit-nylempit, supaya kebagian tempat. Belum lagi asap motor, bajaj, bis kota, atau mobil sekalipun yang serasa menyumbat pernafasan, dan merebut udara bersih yang seharusnya kuhirup. Kalau lagi terjebak macet gini, yang terpikir dalam benak saya, wah alamat dipotong gaji (lagi!) nih gara-gara telat.

Sampai di kantor, dengan bau asap melekat di jaket saya buru-buru naik lift, pokoknya sesegera mungkin sampai di pemindai sidik jari penanda kedatangan. Segera setelah mesin itu mengeluarkan suara “Thank You” saya masuk ruangan dan menyalakan computer. Check email, telpon sana kemari cari nara sumber, berangkat liputan kalau lagi ada liputan luar atau ngeblog or chating kalau lagi ga ada kerjaan. Terkadang (lebih sering) merasa bosan dengan semua rutinitas ini, tapi harus tetap dipaksakan demi sederet angka tadi. Belum lagi kalau pagi-pagi udah dicemberutin ato diomelin bos, wah bakalan sepanjang hari BM alias bad mood..

Saatnya makan siang…menuju pantry untuk mengambil jatah makan siang. Jangan bayangkan menu makan saya seenak junk food atau sayur lodeh buatan simbok. Menu yang tersaji di rantang plastik biru itu berisi ransom menu vegetarian. Kalau lagi beruntung dapat menu makan siang yang manusiawi, kalau lagi ga beruntung yaa…terpaksa makan dengan sedikit menelan ludah dan nafsu makan yang ditambah-tambahin. Yaah tapi ga papalah daripada harus beli makan di luar. ITC Mangga Dua gitu loh…!! Semua makanan menjadi mahal disini.

Abis itu kerja lagi..kerja lagi… sambil sesekali melirik jam digital di dinding (meski saya juga punya jam tangan, tapi ga afdol rasanya kalo belum ngliat jam dengan angka2 yang gede itu). Mulai packing kalo udah jam 17.30, siap-siap jalan pulang yang perjuangannya juga ga kalah seru! Kembali bersaing dengan asap kendaraan, ojek sepeda, motor yang jalan berlawanan arah. Salip kiri, salip kanan, sambil tetap menjaga kewaspadaan jangan sampai ditabrak ojek sepeda, bajaj, bemo atau angkot yang jalan berlawanan arus. Belum lagi kalau menyeberang jalan menuju halte bus way yang biasa mengantarkan saya pulang. Meski sudah berada di jalur penyeberangan yang namanya zebra cross..tetap aja langka kesempatan menyeberang dengan aman. Dulu saya paling takut nyebrang sendiri, karena pernah ketabrak becak waktu nyebrang di depan kampus saya. Untung saya ga luka sedikitpun, tapi kasihan tukang becaknya njungkel nabrak trotoar karena menghindari saya. Nah sekarang mau tidak mau saya harus bisa dan berani nyeberang jalan sendiri, meski kalau ada barengannya akan lebih cepat sampai.

Sampai di busway, saya masih harus berebut dan mengantri. Lagi2 kalau lagi beruntung , petugas pengatur ketertibannya belum capek, maka antrian dipastikan lancar dan tertib. Penumpang dibagi dalam tiga baris, dan ga boleh membuat antrian lagi. Tapi lebih sering petugas di halte itu ga peduli dengan antrian yang sudah melebar menjadi 4,5,6 baris atau bahkan ga beraturan. Belum lagi kalau penumpang di belakang ga sabaran, bisa dipastikan aksi dorong akan terjadi. Kadang saya berpikir, sebaiknya dibuatkan jalur antrian khusus untuk wanita, manula atau wanita hamil. Coba bayangkan, kalau anda wanita, bumper depan belakang kan harus aman! Tapi kalau kondisinya saling dorong, saling ga sabar seperti ini, duuuh, ga nyaman banget. Badan satu dengan badan lain nyaris tak berjarak! Saya biasa memakai tas untuk melindungi sisi belakang saya, dan tangan berdekap di depan untuk melindungi tubuh bagian depan saya. Namun itu saya rasa tetap belum cukup!

Kadang saya kesal dengan sikap ga tertib orang-orang ini. apa susahnya antri dan tertib. Kalau buru-buru, semua juga buru-buru, tapi apa ya mesti begitu? Saya bayangkan kalau mau tertib, rapi dan teratur pasti antrian akan lebih lancar, dan yang jelas akan lebih nyaman. Kita bisa dapat oksigen lebih banyak dan yang jelas ga harus berimpit2an. Btw, kemarin saya mencoba mempertahankan hak saya. Biasanya saya pasrah aja, kalau ada orang yang desak-desak atau mencoba mengambil tempat saya. Kemarin saya coba dorong, maju, sikut kiri, sikut kanan, jatuhin badan, kalau perlu injak kaki…sampai didalam saya merasa puas, karena sudah bisa memberi pelajaran pada penyerobot tadi. Tapi perasaan puas itu tak bertahan lama, saya jadi merasa bersalah. Bersalah pada idealisme yang saya anut selama ini. kok saya jadi ikut-ikutan ga tertib gini… kata orang kalau di Jakarta ga cepet, maka ga bakalan kebagian. Tapi apa iya kita harus seperti itu?

Kehilangan rasa kemanusiaan? Saya melihat wajah-wajah orang di busway, wah sudah seperti robot-robot mereka ini. ga ada senyum, ga ada ekspresi…wuaduuh aku ga mau menjadi seperti mereka….

Lain lagi kalau harus naik angkot…bisa dipastikan saya akan naik sebuah kijang dengan sopir yang ‘andal” atau lebih tepatnya ngawur? Brenti seenaknya, atau buang sampah sembarangan…ckckckckck…memang benar kata Pak Paulus Wirotomo (sosiolog) kalau para pengendara ini harus ditertibkan dengan pendidikan sebelum memperoleh SIM. Tapi jangan-jangan mereka ga punya SIM? Wah bisa jadi, karena saya pernah diseruduk metromini yang sopirnya ga punya SIM. Parah banget…!!! Jadi siapa yang harus ditertibkan disini? Jadi bingung deh, apa sudah ga ada yang bisa mikir bener di pemerintahan kita ya?

Mungkin masih lebih banyak pengalaman serem ataupun mengerikan dari teman yang juga pamit merantau seperti saya. Masih banyak teman-teman kantor yang rumahnya lebih jauh dan menempuh perjalanan PP kantor-rumah setiap harinya dengan waktu yang lebih panjang. Perjuangan kami memang terbayar dengan semakin bertambahnya materi. Tapi mungkin masih tetap terasa kurang ya, namanya juga manusia yang tak pernah terpuaskan.

Kalau lagi enek sama semua yang keadaan disini, saya jadi rindu rumah. Rumah saya memang di desa, tapi suasana di desa benar-benar berbeda dengan kota. Pagi hari, saya pasti dibangunkan suara kokok ayam jantan dan bukan alarm jam beker atau HP. Saya masih bisa melihat matahari terbit dengan sinarnya yang indah, kemudian saya juga masih bisa menikmati semilir angin sawah, masih bisa mendengar suara lenguhan sapi atau kerbau yang membajak sawah, masih bisa membaui segarnya udara tanpa cemaran polusi atau asap pabrik, juga suara gemericik air sungai yang jernih.

Jika malam tiba ada orkestra kampung bersama jangkrik dan serangga malam lainnya, memberi kesan yang sungguh menakjubkan. Saya juga masih bisa melihat cahaya kelap kelip kunang-kunang yang tak akan pernah bisa tergantikan dengan kilatan lampu gedung di kota ataupun sinar laser dari pertunjukkan musik mancanegara sekalipun! Kelap-kelip kunang di sawah sebelah rumah. Ya kunang-kunang yang juga dikagumi teman-teman Jepang saya, dan selalu menjadi kebanggaan untuk dipamerkan pada mereka. Yang paling saya rindukan adalah masakan simbok dan hangat “kelonannya”. Meski di rumah itu bukan berarti tak ada masalah, namun pesona dan kehangatannya lebih membius saya sekarang. “Syndrome homesick” kali ya?

Sekarang saya ga malu lagi dikatain wong ndeso. Paradigma bahwa ndeso, katro itu cenderung malu-maluin ga berlaku lagi buat saya. Buat saya desa itu punya kearifan sendiri. Kearifan yang jelas lebih beradab dibandingkan budaya ngepop atau budaya (yang katanya) modern di metropolitan ini. Saya hanya berharap supaya desaku ga berubah menjadi kota metropolis seperti Jakarta ini. supaya orang-orang disana masih punya kearifan untuk menjaga budaya, menjaga lingkungan, ataupun menjaga perilakunya.

Lagi-lagi aku rindu desa, rumah, kunang-kunang dan simbokku….

Foto kunang : www.kompas.com/teknologi

Friday, April 27, 2007

Our Body is NOT a wonderland...

"Our body NOT a wonderland.."


Mungkin aku terlalu atau terlambat menyadari bahwa imajinasi laki-laki sangat tak berbatas, apalagi kalau berbicara masalah perempuan. Kadang, sebagai perempuan aku merasa risih kalau mendengar mereka bergunjing tentang perempuan... tapi aku juga ga bisa menghindar untuk tidak mendengar atau melihat, meskipun itu bukan ditujukan buatku.
ada beberapa kategori laki-laki; pertama mereka yang bisa mengerem dan mengontrol mulut dan mata mereka, kedua mereka yang "setengah-setengah", dan terakhir mereka yang kebangetan dan dengan mudah melontarkan kata-kata dan pandangan tak senonoh. yang terakhir inilah yang harus diwaaspadai perempuan! karena bukan tidak mungkin perbuatan mereka akan mempermalukan perempuan.
Tanpa menyalahkan seratus persen pada laki-laki, perempuan juga ada beberapa kategori. pertama mereka yang sama sekali tidak bisa menolerir hal-hal semacam, kedua mereka yang setengah-setengah, dan ketiga mereka yang memang mengundang supaya lelaki menoleh dan memberi komentar entah pada dandanan, cara bicara atau body languange mereka.
kadang sebagai perempuan kita tidak bisa memilih untuk tidak bergaul dengan lelaki, cuma sialnya (min buat saya) kalau ketemu dengan tipe laki2 kedua dan ketiga. sebeeeeellll banget! dan yang lebih mengganggu buat saya kalau ketemu perempuan tipe ketiga! perempuan tipe ketiga inilah yang ga bisa diajak kerjasama untuk memberi pelajaran pada laki-laki tipe kedua dan ketiga.
Saya bukan perempuan yang anti laki-laki, tapi saya pengen laki-laki bisa lebih sopan dan gentle memperlakukan kaum perempuan. mereka ga mikir apa ya, kalo mereka juga terlahir dari seorang perempuan? bagaimana kalau yang 'digituin' adalah ibu atau saudara perempuan mereka misalnya?
Sekarang juga saya baca marak pelecehan seksual yang dilakukan di saat ada kesempatan, misalnya di dalam kereta ekonomi yang supersesak itu! saya ga bisa bayangkan betapa jatuhnya harga diri perempuan ketika menjadi korban.. dan hal itu mungkin bisa mengakibatkan trauma yang secara tak langsung mungkin akan mempengaruhi kehidupan seksual mereka kelak.
saya sepenuhnya setuju jika ada pemberlakuan gerbong khusus wanita, atau antrian khusus wanita (di busway misalnya). jadi kita sebagai perempuan akan lebih aman.
Our body NOT a Wonderland!!!!!!!

Wednesday, April 18, 2007

Perempuan Perkasa

Perempuan Perkasa yang Pantang Menyerah!


Ibu Juharti atau biasa dipanggil Mak Uci adalah sosok seorang ibu yang hebat. tanpa berharap materi ataupun penghargaan, berjuang ia untuk memberi fasilitas pendidikan bagi anak-anak di Kampung Neas, Kali Adem, Jakarta Utara. sebuah perkampungan liar tepat di tepi pantai Jakarta, dengan mayoritas penduduk yang bekerja sebagai buruh nelayan atau pengupas kerang.

Beberapa cuplikan wawancara dengan Mak Uci :

"Asal anak mereka bisa cari uang, ga usah sekolah ya ga papa"

"banyak orang di sini yang punya anak banyak, sedangkan penghasilan tak bisa diandalkan, yang ada pendidikan dinomorduakan..."

"ya...orangtuanya aja banyak yang ga sekolah, jadi ya kayaknya udah turunan gitu kalau mereka ga menganggap sekolah itu penting!"

Mak Uci memang bukan siapa-siapa. Dia hanya seseorang yang prihatin dengan kondisi lingkungan dimana banyak anak yang putus sekolah, ataupun tak bersekolah. entah karena alasan klasik yang memang benar2 nyata, yaitu karena keterbatasan ekonomi, atau karena mereka sudah merasa bisa mencari uang maka sekolah menjadi sesuatu yang tak penting.

Mak Uci sempat meneteskan airmata, ketika menceritakan kegelisahannya tentang siapa yang akan meneruskan perjuangannya ini. Ia pernah mengkader seorang pemuda untuk meneruskan mengelola kelompok belajar yang dirintisnya sebelum Ia pindah ke rumah susun tak jauh dari Kampung Neas, namun ternyata si pemuda ini malah menyalahgunakan bantuan untuk kepentingannya sendiri. "saya kaget sekali, saking kagetnya saya rasanya seperti mau pingsan!", tutur Mak Uci sambil berlinang air mata. "bukannya apa2, saya cuma sedih sekali melihat anak2 di sana terpaksa bubar, karena ulah satu orang. rasanya saya jadi terbebani oleh masalah ini". waktu itu rasanya saya ikut sediiih sekali mendengar uneg2nya .

Kini sekolah di empang, begitu dia menyebutnya (karena letak rumah2 disitu yang berdiri di atas empang penuh sampah dan kulit kerang yang menyebarkan bau amis; maka jangan tanya kondisi kesehatan anak2 disana) sudah bubar. satu sekolah di situ juga lenyap terbakar. sekarang kelompok belajar yang diikuti oleh sekitar 75 anak itu belajar di Rusun, bertempat di rumah duka Rusun Kaliadem.

Dalam mengajar Mak Uci dibantu oleh 5 orang pendamping. mereka adalah anak SMP-SMK kelas 1. dalam mengajar pun mereka tanpa rencana. Apa yang kelima pendamping ini dapatkan di sekolah siangnya diajarkan ke adik2nya. kalau ada kesulitan, mereka akan berusaha mencari pemecahan masalahnya kemudian. setiap bulan para pendamping ini mendapat uang lelah atau istilahnya uang transport hasil donasi dari sebuah LSM atau dermawan. uang yang mereka dapatkan biasanya mereka pergunakan untuk tambahan biaya sekolah. maklum, para pendamping ini juga berasal dari kelompok ekonomi lemah yang orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh cuci atau serabutan. meski begitu semangat belajar mereka patut diacungi jempol!

Kalau saja semua anak Indonesia dapat bersekolah dengan gampang, mungkin angka kemiskinan sedikit demi sedikit dapat terkurangi. dan bukan mustahil, jika semua orang mau melakukan sesuatu tanpa pamrih seperti Mak Uci, maka mental bangsa Indonesia juga akan teredukasi dan terkoreksi, sehingga Indonesia dapat menjadi bangsa yang besar dan disegani... amin..

PS :

Friday, April 13, 2007

Sebuah Kotak bernama "Televisi"

Sebuah Kotak Bernama "Televisi"

hati-hati dengan sebuah kotak
dengan pesona gambar berwarna warni
yang katanya juga memuat informasi
kotak ini bisa menjadi candu
bahkan racun yang mematikan..

HEART SERIES (SCTV, selasa, 19.00-20.00 WIB)

sinetron yang diangkat dari layar lebar dengan judul yang sama ini, berkisah tentang cerita cinta segitiga dua sahabat, Farel, Rachel dan Luna. jalinan persahabatan ini menjadi tidak jauh berbeda dengan sinetron-sinetron remaja lain, namun dengan tokoh anak-anak. anak-anak yang diceritakan sebagai murid SD itu digambarkan begitu terobsesi dengan cinta.

aneh banget ngliat sinetron ini. banyak banget kejadian yang dibuat-buat, dan terlalu menyederhanakan masalah. khas sinetron indonesia banget!

pernah juga liat sinetron di Indosiar, entah apa judulnya. gayanya n maunya mungkin mau kayak film India, pake nyanyian n tarian. tapi ampuuuuun... lirik lagunya aja kliatan asal2an. trs koreografinya juga asal2an banget, maunya persis kayak film film India, tapi gaya menarinya ga pas:(
apa masih ada yang nonton ya sinetron itu??

sebenarnya keprihatinan ini udah disampaikan oleh banyak orang, tapi kok ya ga kunjung berubah ya? bahkan sekarang sepanjang hari kita disuguhi dengan sinetron, sinetron dan sinetron lagi. Setiap mengganti chanel, yang terpampang si layar kaca ya itu lagi..itu lagi...sinetron, talkshow, reality show, dengan format yang sama. Bosan ga sih?

tapi ya mungkin kapasitas stasiun televisi kita masih sebatas bagaimana ngedapetin target iklan sebanyak-banyaknya, demi kelangsungan stasiun televisi tersebut. dan kita sebagai pekerja media kadang terjebak dalam rutinitas ini dan kurang bisa berpikir kreatif (Meski ga semuanya).

saya yang kebetulan juga bekerja di media, kadang sering prihatin juga. Ya, tapi untungnya media tempat saya bekerja, punya kebijakan untuk tidak menayangkan hal-hal yang berkaitan dengan kriminal, SARA, ataupun politik...bahkan gambar orang potong hewan (yang notabene merupakan hewan yang biasa dipotong untuk dikomsumsi, seperti ikan, ayam dipastikan bakalan ga lolos sensor).

Minggu kemarin, saya bikin liputan ttg pengaruh TV pada anak. saya sempat berbincang dengan dengan Bobby Guntarto, seorang pengamat media yang kebetulan juga menerbitkan majalah 'KIDIA'. Sebuah majalah yang berisi panduan menonton acara tv, dan mengulas tentang acara2 anak-anak.

dari perbincangan kami, ternyata banyak acara anak yang tak aman, bahkan film kartun! Juga banyak acara anak-anak sebenarnya di negeri asalnya adalah acara yang ditujukan untuk remaja, tapi disini ditayangkan untuk anak-anak dan pada jam anak-anak biasa menonton (mis : Sin Chan, Teenage Mutant Ninja Turtles, Rugrats, Cat Dog, dll).

ada dua pilihan bagi para pemirsa, khususnya pemirsa dewasa. Pertama, pasrah pada kotak yang bernama televisi itu atau mengendalikan kotak kubus tersebut. khusus buat anak-anak, sebaiknya kita (yang mengaku dirinya orang dewasa, entah sebagai bapak, ibu, tante, oom, pakde, atau kakak) untuk turut mengawasi anak dan adik-adik kecil kita. Minimal memberikan batasan menonton buat mereka, dan melihat apakah isi dari program tersebut bisa bermanfaat buat mereka atau hanya sekedar merusak mental mereka. bantu memberi pengertian terhadap mereka untuk memahami tayangan yang muncul. karena untuk anak usia SD pengertian baik buruk masih susah untuk dipahami, apalagi jika penyampaian masih sangat samar...

Menyitir perkataan Kak Seto ketika saya wawancara dengan beliau, bahwa Anak-anak adalah titipan dari Tuhan YME. dan filosofinya adalah tidak ada bibit2 yang unggul berkembang menjadi bunga-bunga yang elok kalau tidak ditanam di tanah subur, dan bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai anak-anaknya...

sudah bukan waktunya buat kita hanya bergantung pada Pemerintah dengan Peraturan dan UU-nya yang kadang tidak jelas perlindungannya itu , tapi sudah menjadi tugas kita, semua orang dewasa untuk melindungi masa depan anak-anak yang juga merupakan aset sebuah bangsa. Ya, saatnya bagi kita untuk mengendalikan televisi dan bukan sebaliknya!


PS :
bagi yang ingin mendapatkan panduan menonton TV untuk anak

Redaksi KIDIA
Radani Edutainment
Telp . 021 - 8410563 ext 109, Fax. 021- 8406553
Email: redaksi@kidia.org, kritismedia@gmail.com
http://www.kidia.org








Tuesday, April 10, 2007

Intro....

intro...

ku termenung di bawah mentari

di antara megahnya alam ini
menikmati indahnya kasihMU
kurasakan damainya dunia..


(chrisye-damai bersamaMu)